Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sekolah Seharusnya Bisa Lebih Dipermudah

Sekolah Seharusnya Bisa Lebih Dipermudah


Sekolah Seharusnya Bisa Lebih Dipermudah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh semua nya, kembali lagi dengan saya si penulis artikel yang merupakan manusia biasa. Nah, dikesempatan kali ini saya akan memberikan sebuah artikel kepada kalian, yang berjudul “ Sekolah Seharusnya Bisa Lebih Dipermudah “ , emang ada apa sih dengan sekolah kita ? Emang kenapa ? Dan apa yang dipermudah ? Nah semua jawaban yang ada di benak pikiran kalian akan terjawab di bacaan artikel ini. So, jadi stay tune untuk membaca seluruh artikel ini dengan cermat dan jangan di lompat – lompat membaca nya, karena itu tidak akan membuat kalian paham dalam membaca.
Sistem pendidikan nasional saat ini dinilai sangat tidak fleksibel dan tidak kreatif sehingga tidak mampu mengikuti perkembangan zaman yang terus bergerak cepat. Hal itu bisa dilihat di antaranya dari kurikulum pendidikan yang tidak memosisikan diri pada perkembangan dunia kerja yang membutuhkan kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi.
Dii era industri digital saat ini, ilmu pengetahuan memang penting. Namun, ada banyak hal lain yang jauh lebih penting, yakni kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Sayangnya, tiga hal tersebut kerap luput dari kurikulum pendidikan, itu adalah perkataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud ) Pak Nadiem Makarim
Pak Nadiem Makarim juga melihat terlalu banyak aturan dan standardisasi yang diterapkan di lingungan sekolah, termasuk pelaksanaan ujian nasional. Hal tersebut akhirnya sangat membebani para murid dan membuat mereka kaku sehingga tidak bisa mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Karena itu, tiga poin utama tersebut akan menjadi fokus utama di dalam pengembangan kurikulum pendidikan ke depan.
Lebih lanjut Pak Nadiem Makarim juga mengungkapkan keberagaman di Indonesia begitu besar. Karena itu, adanya standardisasi sekolah akan berdampak buruk apabila terus dilakukan. "Bagi satu sekolah di daerah, mungkin kelas V matematika lebih cocok kelas II di Jakarta. Bisa sebaliknya juga. Mungkin di bidang seni level kelas VI, tetapi di Jakarta mungkin masih level kelas II," ujar Pak Nadiem Makarim.
Karena itu, Pak Nadiem Makarim mengungkapkan pihaknya tengah mengusung konsep merdeka belajar. Menurut dia, konsep tersebut membebaskan sekolah untuk menciptakan kreativitas dan inovasi. "Jadinya platform, apa filsafat yang mengikat perubahan itu adalah konsep merdeka belajar. Siapa yang merdeka? Semua instansi dalam sistem pendidikan kita," pungkasnya.
Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam seting pendidikan inkusif menyebabkan adanya tuntutan yang besar terhadap guru sekolah umum. Mengajarkan materi yang sama kepada peserta didik di kelas menjadi mengajar setiap peserta didik sesuai dengan kebutuhan  individualnya dalam seting kelas.
Peserta didik dapat belajar dengan baik jika mereka kreatif, aktif dan kegiatannya berdasarkan pada pengalaman peserta didik. Guru yang mengetahui dan memahami keadaan ini dapat dengan mudah memasukannya ke dalam perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pada kelas inklusif perencanaan pembelajaran yang kreatif dan aktif berdasarkan pengalaman, kondisi dan kemampuan peserta didik bukanlah tambahan tetapi diperlukan oleh semua peserta didik termasuk Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) .
Kurikulum yang bersifat inklusif  yakni mengakomodasi peserta didik dengan berbagai latar belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) akan lebih peka mempertimbangkan  keragaman peserta didik agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Mendikbud No.23 Tahun 2017 Tentang Hari Sekolah yang mengatur masa sekolah selama 8 jam sehari dalam 5 hari sekolah dalam sepekan. Peraturan yang ditandatangani Mendikbud pada 12 Juni 2017 itu dinyatakan berlaku sejak diundangkan atau hanya berselang sebulan dari masa tahun ajaran baru 2017-2018.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Pak Nadiem Makarim menyebut kurikulum dan tata kelola organisasi yang berlaku dalam sistem pendidikan tidak bisa disamaratakan di setiap sekolah demi mengakomodasi sepenuhnya keberagaman di Tanah Air.
Pak Nadiem Makarim menjelaskan kurikulum dan tata kelola organisasi yang ada selama ini membuat sekolah dan tenaga pendidik tidak bisa menyesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
Hal tersebut menurutnya yang menyebabkan hasil pendidikan di Tanah Air belum maksimal atau belum menghasilkan sumber daya manusia ( SDM ) yang benar-benar kompeten di bidangnya.
“Keberagaman Indonesia itu begitu besar, sehingga apa yang kita lakukan selama ini dengan [ melakukan ] standardisasi akan ada dampak buruk. Kita ini tidak bisa satu standar dan tidak bisa satu cara. Untuk itu, perlu dibuat fleksibilitas kurikulum dan tata kelola organisasi di suatu sekolah,” 
Laki – laki yang akrab disapa ‘ Mas Menteri ’ itu juga memaparkan bahwa selama ini sekolah, tenaga pendidik, hingga murid dipaksa untuk mengikuti satu standar yang disusun tanpa melihat keberagaman oleh pemerintah pusat yang tak lain adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sekolah dan tenaga pendidik tidak diberikan kebebasan untuk menyusun rencana pembelajaran atau silabus yang sesuai dengan kondisi anak didiknya.
Fleksibilitas kurikulum dan tata kelola organisasi sekolah yang akan diwujudkan oleh Kemendikbud merupakan representasi dari konsep pendidikan ‘ merdeka belajar ’.
Selain itu, konsep tersebut merupakan bentuk dari transformasi Kemdikbud menjadi pelayan bagi seluruh institiusi pendidikan, tenaga pendidik, hingga tenaga kependidikan di Tanah Air.
Pak Nadiem Makarim menambahkan konsep tersebut merupakan tindak lanjut dari permintaan Presiden Joko Widodo yang menginginkan agar kurikulum di Indonesia bisa fleksibel mengikuti pesatnya perkembangan zaman.
Yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini adalah gerakan perubahan bukan sekadar kebijakan, kami di Kemdikbud akan memfasilitasi gerakan perubahan tersebut.
Langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim melalui perombakan kurikulum dan tata kelola organisasi dalam sistem pendidikan di Indonesia menjadi lebih fleksibel dinilai sudah tepat untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0.
langkah tersebut sudah sepatutnya dilakukan agar proses pendidikan di Tanah Air bisa memberikan hasil maksimal bagi masyarakat yang kondisi serta kebutuhannya berbeda di setiap daerah.
Fleksibilitas yang diinginkan oleh menteri termuda di Kabinet Indonesia maju itu bukan hal yang aneh apabila melihat kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen dengan kondisi geografis yang beragam.
Perlu kalian semua ketahui bahwa belajar itu tidak hanya ada di sekolah, bahkan diluar sana yaitu di lingkungan luar pun kita bisa belajar dari banyak hal, contohnya saja kita bisa belajar dari homeschooling.
Diantara banyak kalian pasti bilang sekolah formal dan homeschooling itu sama saja, tidak ada ada bedanya. Yup kalian salah besar ! Ternyata sekolah yang ada di luar sana itu ternyata berbeda sekali dengan tempat belajar yang dinamakan homeschooling. Mau tau apa perbedaan nya ? Yuk disimak dengan baik – baik ya semuanya.
Bagi orang-orang yang masih awam dengan homeschooling, mereka sering bertanya, bagaimana model pembelajaran homeschooling? Apakah anak-anak harus berangkat dari pagi sampai sore hari seperti sekolah? Apa saja yang dipelajari anak homeschooling?
Untuk memudahkan Anda membayangkan proses pembelajaran homeschooling, saya akan membandingkannya dengan sekolah formal.
Selama ini masyarakat Indonesia sudah akrab dan lebih banyak yang berangkat sekolah ketimbang memilih jalur pendidikan lainnya. So,lebih mudah bagi Anda membayangkan gaya belajar anak homeschooling jika disandingkan dengan sesuatu yang sudah familiar.
Mau tau perbedaan homeschooling dengan sekolah biasa ? Yuk dibaca artikel ini dengan baik – baik. Yuk disimak.
  1. Perbedaan Yang Pertama, Jalur Pendidikan
Homeschooling tergolong dalam jalur pendidikan informal yang mana dalam pasal 3 Permendikbud 129/2014 sudah diterangkan dengan jelas. Pendidikan informal merupakan kegiatan belajar secara mandiri yang diselenggarakan oleh keluarga dan lingkungan. Sekolah tergolong dalam jalur pendidikan formal. Contoh dari pendidikan formal adalah pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
  1. Perbedaan Yang Kedua, Fleksibilitas
Sekolah tidak memiliki fleksibilitas. Semua kegiatan belajar, materi pelajaran, alokasi waktu belajar, evaluasi kompetensi diatur oleh kurikulum yang wajib diikuti oleh sekolah. Sekolah memang diminta untuk diijinkan menyesuaikan kurikulum dengan kondisi murid-muridnya. Namun, pada praktiknya tak banyak yang berubah dari kurikulum tersebut. Homeschooling sangat fleksibel ! Kita boleh menentukan sendiri visi pendidikan, mau memilih mapel sesuai minat diijinkan, waktu belajar pun ditentukan sendiri oleh orangtua. Mau belajar sejak bangun pagi sampai tidur malam pun sangat boleh.
  1. Perbedaan Yang Ketiga, Biaya Pendidikan
Sekolah mengharuskan murid membayar semua fasilitas termasuk di dalamnya fasilitas yang jarang sekali / atau bahkan tidak pernah kita nikmati.
Saya masih ingat betul saat awal masuk SMA. Saya diminta membayar semua paket yang di dalamnya termasuk jas laboratorium. Waktu itu belum ada penjurusan dan bayangan mau masuk jurusan IPA atau IPS sama sekali belum terpikirkan.
Dan, benar saja! Pada akhirnya saya masuk jurusan IPS. Bisa ditebak apa yang terjadi pada jas lab saya? Hanya terpakai 2 atau 3 kali waktu duduk di tingkat pertama SMA. Kalau memang jarang sekali dipakai, seharusnya sekolah menyediakan beberapa jas lab untuk dipakai oleh murid di tingkat pertama.
Sehingga, mereka tak perlu mengeluarkan uang untuk fasilitas yang takkan dipakai atau sangat jarang sekali terpakai. Ini mubadzir dan pemborosan.
Lalu, bagaimana dengan homeschooling? Dalam hal biaya homeschooling sangat fleksibel! Kita hanya akan mengeluarkan biaya sesuai dengan fasilitas yang akan dimanfaatkan.
Orangtua sendirilah yang akan menyusun anggaran pendidikan. Jadi, resiko pemborosan biaya bisa direduksi. Nggak ada ceritanya kalau anak berminat dengan musik, tapi diminta untuk beli jas lab ! 
  1. Perbedaan Yang Keempat, Penyesuaian Kebutuhan
Dalam bahasa Inggris, kita menyebutnya dengan customized. Di sekolah, kita tak bisa melakukan penyesuaian apapun. Semua hal dikondisikan oleh kurikulum dan aturan yang berlaku di sekolah.
Kalau anak tidak berminat dengan matematika, mereka tak bisa melewatkan jam matematika. Mereka tetap wajib menyelesaikan materi pelajaran matematika dan mengikuti syarat nilai ketuntasan minimal.
Homeschooling bebas melakukan penyesuaian. Kalau anak tak memiliki minat matematika, kita bisa mengajarkan dasarnya saja.
Tidak perlu mempelajari rumus-rumus yang di masa depan nanti takkan dimanfaatkan. Kalau nilai matematika selalu jelek, kita tak harus memaksa anak supaya dapat nilai 8 atau 9. Yang penting tahu dasarnya dan anak hanya perlu fokus pada bidang yang sesuai minat serta bakatnya.
  1. Perbedaan Yang Kelima, Penerapan Ilmu
Bagaimana anak-anak kita menghabiskan waktunya di kelas? Hampir 80% kegiatan dilakukan dengan cara duduk, mendengarkan dan mencatat. MuridMurid sekolah jarang sekali mempraktikkan teori. Yang lebih sering mereka lakukan adalah mengkaji teori, teori dan teori.
Homeschooling membuka kesempatan untuk memperbanyak praktik. Karena ilmu itu memang harus dimanfaatkan dan dipraktikan, bukan sekedar dihafal. Mempelajari teori memang penting. Karena teori itu sifatnya memperluas wawasan supaya saat praktik tidak menggunakan metode trial and bakatny
Nah itulah sedikit informasi tentang perbedaan dari Homeschooling dengan sekolah – sekolah pada biasanya.
Satu saran untuk kalian semua, belajar itu tidak harus di sekolah, apabila tidak ada uang tak apa. Banyak diluar sana yang bisa kalian pelajari dan kalian temukan di luar sana, karena belum tentu itu semua bisa kalian dapatkan di sekolah.
Satu kata untuk kalian, SEMANGAT !
Semangat untuk kalian untuk meraih cita – cita kalian semua, banyak jalur dan jalan untuk meraih cita – cita kalian semua. Rajinlah dan percaya pada diri sendiri.
Semoga bermanfaat...
Mohon maaf apabila ada kesalahpahaman atau ada kesalahan, dalam penulisan, karena saya adalah seorang manusia biasa yang mencurahkan pikirannya untuk artikel ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Posting Komentar untuk "Sekolah Seharusnya Bisa Lebih Dipermudah"

Iklan Bawah Artikel