Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Potensi Orang Tua Yang Hebat Turun Kepada Gen Anaknya

Potensi Orang Tua Yang Hebat Turun Kepada Gen Anaknya

Potensi Orang Tua Yang Hebat Turun Kepada Gen Anaknya

Memang betul kalau orang tua saya hebat, anaknya pasti akan hebat ? BETUL LAH ! , itu sudah mengalir dalam diri Anda bahwa kalau orang tua kalian orang yang hebat, sudah tentu anaknya menjadi seseorang yang hebat juga, bahkan bisa mengalahkan kemampuan orang tua nya. 
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki peran yang penting dalam pendidikan anak. Keluarga menjadi sekolah pertama bagi anak; suatu lingkungan dimana anak mulai mengenal interaksi dan sosialisasi dengan orang lain. Anak belajar untuk berbicara, bekerja sama, beretika dan bersopan santun dengan anggota keluarga di rumah. Kemudian, kebiasaan itu akan menetap dan dibawa  oleh anak saat ia berada di lingkungan luar rumah seperti sekolah, tempat bermain, ruang publik dan lainnya.
Cara anak dalam belajar dan berperilaku cukup unik. Salah seorang tokoh psikologi yaitu Albert Bandura melakukan  suatu penelitian yang dikenal dengan  "Bobo Doll Experiment". Bobo Doll adalah sebuah boneka yang dapat berdiri kembali setelah dipukul. Di dalam uji coba tersebut, anak mengamati seorang model, yaitu orang dewasa yang bertindak agresif dan memukul boneka. 
Bandura menemukan bahwa anak yang ditunjukkan model yang bertindak agresif terhadap boneka cenderung melakukan tindakan yang sama agresif dibandingkan dengan anak yang tidak ditunjukkan sama sekali.  Hasil ini menjadi bukti empiris terhadap teori pembelajaran sosial yang membantu menjelaskan bagaimana anak belajar dengan mengamati, meniru dan mengimitasi perilaku orang-orang di lingkungan sekitarnya.
Setiap keluarga memiliki latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda. Pengasuhan orang tua dalam keluarga yang tinggal di kota besar memiliki perbedaan dengan keluarga yang tinggal di desa. Cara pengasuhan orang tua di tahun 1980-an dengan tahun 2000-an juga sudah mengalami perubahan. Hal ini menegaskan bahwa pola asuh tidak bersifat kaku atau baku, melainkan perlunya dilakukan penyesuaian dengan kondisi dan kebutuhan anak di keluarga masing-masing. Namun, ada satu hal yang tidak berubah yaitu orang tua menjadi model pembelajaran bagi anak-anaknya.
Orang tua tidak bisa hanya menuntut anak untuk menjadi anak hebat, sedangkan dia tidak hebat atau berusaha menjadi hebat. Fenomena yang marak di masyarakat adalah orang tua sering kali menyuruh atau meminta agar anaknya berbuat ini itu, belajar ini belajar itu, berperilaku begini atau begitu tanpa menyadari bahwa dirinya tak melakukan apa-apa. Maksudnya adalah ketika orang tua meminta anaknya belajar, kemudian mengatakan, "Ayo belajar, biar pintar, biar dapat nilai bagus." dan kenyataannya si orang tua justru menonton sinetron, maka orang tua yang demikian bukanlah orang tua yang hebat. Dikatakan demikian karena orang tua ini memberi contoh tidak baik. Meminta anak belajar, tapi dia malah nonton TV. Seharusnya, jika orang tua menuntut agar anak hebat, maka orang tua harus juga hebat. "Nak, belajar!" ketika orang tua mengatakan hal ini kepada anak, seharusnya orang tua mendampingi anak belajar. Ini hanyalah satu contoh. Contoh lain, orang tua yang ingin anaknya mandiri, maka orang tua pun harus mandiri. Orang tua yang ingin anaknya sopan santun, maka orang tua pun harus sopan santun. Orang tua yang ingin anaknya jujur, maka orang tua harus juga jujur. Intinya, orang tua adalah teladan anak. Bagaimana orang tua berperilaku, berucap, dan bergerak maka anak pun akan seperti yang dicontohkan orang tua. Masa' sih begitu, kan kadang ada orang tua sudah baik, tapi anaknya tetap saja kaya' gak pernah diajari sopan santun. Apa benar demikian? Lho anak Pak Haji depan rumahku, anaknya malah suka pacaran dan menghamili anak orang. Ada lagi, di tempat lain anaknya Pak Ustaz, anaknya malah suka mencuri. Padahal orang tua mereka kan orang yang terkenal baik di mata masyarakat. Pasti teman-teman banyak yang bilang demikian. Bener gak? Itu kan luarnya. Apakah teman-teman pernah mencoba home stay di rumah Pak Haji atau Pak Ustaz yang kata orang baik itu?
Siapa yang tidak menginginkan buah hati Ayah dan Bunda semua bahagia? Bahagia merupakan hak dari semua orang, tidak terkecuali untuk si buah hati.  Ruang dan dimensi anak-anak harus diisi dengan aktivitas maupun kegiatan yang produktif yang dapat merangsang aspek psikomotoriknya berjalan dengan baik. 
Ayah dan Bunda harus bisa memberikan sebuah stimulus dan respons yang baik terhadap si buah hati. Hadirkan suasana yang membangun karakter anak dengan menampilkan contoh konkret dari perilaku Ayah dan Bunda. Transformasi nilai-nilai keharmonisan dan komunikasi efektif diperlukan agar anak dapat meneladani terhadap apa yang anak lihat dan dengar dari Ayah Bundanya. Anak-anak lebih menyukai hal-hal yang bersifat Fun, asyik serta kegiatan fisik yang menyenangkan. Ayah dan Bunda harus mengerti dan memahami segala aktivitas buah hati tercintanya. Jangan sesekali membatasi aktivitasnya, jika ada pembatasan aktivitas, maka perkembangan psikomotoriknya akan berjalan dengan lambat. 
Aspek psikologi anak-anak sangat rintih dengan tekanan dan pembatasan-pembatasan aktivitasnya dari orang tua. Bebaskan anak-anak berekspresi dengan dunianya namun harus tetap ada monitoring (kontrol) yang baik dari orang tua agar tetap terjaga dari dunia anak-anak yang semestinya. Lingkungan keluarga yang kondusif serta menyenangkan menjadi tempat utama bagi perkembangan kognitif, psikomotorik dan psikologinya. Pola komunikasi yang efektif juga sangat mempengaruhi terhadap perbendaharaan kata si buah hati. 
 Gunakan bahasa yang edukatif (mendidik), ajari anak-anak dengan bahasa yang baik dalam segala aktivitasnya. Penting bagi Ayah Bunda semuanya, jangan tampilkan konflik Ayah dan Bunda di hadapan anak-anak, karena sekecil apa pun konflik yang ditampilkan maka akan terekam dalam memori anak-anak, suatu saat anak-anak akan mengingat hal tersebut. Besar kemungkinan anak-anak akan menjadi korban diharmonisasi keluarga dan pada masa mendatang besar kemungkinan pula si buah hati akan menjadi pelaku konflik, karena Ia masih menyimpan memori konflik itu.  
Dimulai dari lingkungan keluarga, Ayah dan Bunda harus memiliki kurikulum tersendiri untuk mendidik dan mengasuh buah hati. Model pembelajaran dan percontohan kepada anak-anak harus sesuai dengan perkembangan usia dan mentalnya. Pergunakan bahasa ajakan, bukan bahasa yang terkesan untuk menyuruh kepada anak-anak. Suasana yang membangun kepribadian anak-anak merupakan skala prioritas untuk membuat Mereka merasa senang terhadap proses pelibatan aktivitasnya.
Ayah dan Bunda harus memberikan edukasi sosial terhadap si buah hati. Ajari Mereka cara mengucapkan terima kasih terhadap sesuatu pemberian dari teman sepermainannya. Yang perlu diingat untuk Ayah Bunda semua adalah jangan sesekali mengajarkan kepada si buah hati untuk mudah menyalahkan, menjadi hal yang wajar bagi anak-anak dalam kegiatan sehari-harinya bertengkar dan berselisih dengan teman sepermainannya. Ayah dan Bunda harus mengajarkan dan menampilkan contoh mediasi sosial kepada anak-anak agar tidak mudah menyalahkan. Ini menjadi sangat penting, karena akan membentuk karakter anal-anak agar tidak mudah marah serta dapat memecahkan masalah sendiri dengan baik.
Anak-anak juga membutuhkan literasi terkait bagaimana cara menghargai dan menghormati terhadap orang yang lebih tua darinya. Berikan edukasi dari Ayah dan Bunda kepada anak-anak perihal hubungan sosialnya kepada yang lebih tua. Contoh yang paling mudah adalah Ayah dan Bunda semua ketika berada dalam kegiatan anak-anak dan ingin memanggil teman sepermainannya yang lebih tua, maka harus diawali dengan kata “mas atau mbak”. Penting untuk diketahui bersama bahwa anak-anak juga butuh sanjungan yang tulus dari Ayah dan Bunda semua. Sering-seringlah Ayah dan Bunda memanggil si buah hati dengan panggilan “sayang atau Dek” agar buah hati merasa diperhatikan dengan baik dengan penuh cinta dan ketulusan. 
Di usianya yang masih dini, anak-anak cenderung aktif berbicara dan kadang cenderung berisik itu wajar dan merupakan fitrah dari anak-anak. Penting bagi Ayah Bunda semua, jangan sekali-kali mengatakan kepada anak-anak untuk diam dan jangan berisik, karena itu memang fitrah anak-anak, Mereka memiliki rasa ingin tahu yang berlebih dan ingin mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitarnya. Tugas Ayah Bunda semua adalah mengarahkan pembicaraan maupun pertanyaan anak-anak kepada hal yang edukatif dengan penuh kesabaran.
Anak lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Lingkungan yang akan diamati dan ditiru adalah perilaku orang-orang di sekitarnya, yaitu orang tuanya. Hal ini berarti bahwa orang tua menjadi figur guru yang mendidik dan mengajar sekaligus menjadi teladan (role model) utama bagi anak. Apabila orang tua menunjukkan hal-hal yang baik dan sopan, maka anak cenderung mengerjakan hal yang serupa. Demikian pula sebaliknya.
Lingkungan juga akan merespons atau menanggapi perilaku meniru yang dilakukan anak dengan hadiah atau sanksi. Jika anak memperoleh hadiah sebagai dampak dari peniruan yang dia lakukan, maka anak akan cenderung melanjutkan perilaku tersebut. Sebaliknya, bila anak dihukum atas suatu perilaku, maka anak akan cenderung menghentikannya. Misalnya, anak yang mendapat pujian karena memberi salam dengan sopan cenderung mengulanginya di kemudian hari. Sedangkan anak yang dihukum karena memukul temannya cenderung akan menghentikan perilaku tersebut.
Nah guys, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam keterlibatannya untuk menyelenggarakan pendidikan anak, antara lain :
  1. Menjadi teladan atau model yang konsisten bagi anak
Orang tua perlu konsisten dalam mengerjakan hal-hal yang disampaikan pada anaknya.  Misalnya, apabila orang tua menerapkan disiplin bangun pagi untuk anak, maka orang tua lebih dulu menunjukkannya sehingga anak dapat mengamati dan menirukan perilaku tersebut. Dengan demikian, anak tidak menjadi bingung atau dilema dengan adanya perbedaan antara apa yang dikatakan dan dilakukan oleh orang tuanya.
Satu hal yang jarang disadari adalah anak lebih cenderung mengimitasi atau menirukan orang yang mirip dengan dirinya. Anak laki-laki meniru ayah, sedangkan anak perempuan meniru ibu. Hal ini menjadi satu aspek penting dalam pengasuhan yaitu pentingnya kehadiran sosok ayah sebagai model atau teladan dalam tumbuh kembang anak laki-laki. Aktivitas, penampilan dan minat yang secara normatif dilakukan oleh peran laki-laki akan lebih mudah dipahami dan dikerjakan oleh anak bila didampingi oleh ayah.
  1. Membangun kedekatan emosional dengan anak
Dalam mengasuh anak, orang tua butuh melakukan aktivitas bersama yang dapat mengembangkan kedekatan emosional. Orang tua perlu memberikan waktu, dukungan dan hadir untuk anak. Tantangan di era millennial, sering kali orang tua dan anak melakukan aktivitas seperti berlibur atau makan bersama namun tidak saling terhubung karena sibuk dengan gawai masing-masing. Oleh karena itu, orang tua dihimbau menyediakan waktu berkualitas yang disesuaikan dengan kondisi dan rutinitas keluarga masing-masing. Satu jam saja namun berkualitas lebih berarti dibandingkan berjam-jam bersama dengan anak namun tidak saling terhubung. Orang tua dapat memilih aktivitas atau kegiatan bersama yang mengembangkan minat bakat sekaligus menyenangkan bagi anak. Misalnya, membaca buku cerita, berkebun, memasak, bermain musik, dan lain sebagainya. 
  1. Melatih kedisiplinan dan tanggung jawab anak
Selain mengembangkan kedekatan emosional dengan anak, orang tua juga perlu melatih kedisiplinan dan tanggung jawab anak. Kedisiplinan menumbuhkan sikap mandiri dan tanggung jawab yang akan membantu mempersiapkan anak memasuki tahap perkembangan berikutnya. Misalnya, disiplin bangun pagi, menjaga kebersihan, mengerjakan pekerjaan di rumah, dan lain sebagainya. Beberapa orang tua cenderung mempermudah segala sesuatu untuk anaknya dengan alasan tidak tega atau kasihan terhadap anak. Dalam jangka pendek, bantuan dan kemudahan yang disediakan oleh orangtua tampak menolong anak. Hanya saja, dampak jangka panjang akan membuat anak selalu bergantung pada orang tua dan kurang yakin terhadap kemampuan diri sendiri.
Contohnya, salah seorang rekan kerja menceritakan bahwa ia pernah diminta oleh anaknya untuk mengambil buku yang ketinggalan di rumah dan mengantarkannya ke sekolah. Rekan kerja saya tidak memenuhi permintaan anaknya. Ia hanya menyampaikan bahwa anak perlu belajar dari kelalaiannya sehingga ia akan lebih bertanggung jawab di kemudian hari.

Nah kemudian pada intinya juga pendidikan keluarga dan anak harus menjadi perhatian bersama untuk menciptakan anak-anak hebat, berdaya dan berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Semua perjalanan hidup sang anak di masa depan nanti, sangat berpengaruh pada apa yang dilakukan orang tua nya pada sekarang.
Semoga bermanfaat.

Posting Komentar untuk "Potensi Orang Tua Yang Hebat Turun Kepada Gen Anaknya"

Iklan Bawah Artikel