Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berpendidikan Itu Seumur Hidup

Berpendidikan Itu Seumur Hidup

Berpendidikan Itu Seumur Hidup ! “ Nah, pasti kalian bertanya- tanya kenapa berpendidikan itu harus seumur hidup ? Bahkan harus sampai mati pun kita harus menuntut ilmu, nah oleh karena itu adalah sebab nya, mau tau ? Yuk baca artikel ini sampai habis.
Baca Juga:Guru Lesprivate

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita


Ini karena dengan pendidikan kita semua bisa belajar semua ilmu pengetahuan dan dengan ilmu pengetahuan itulah kita bisa merubah polapikir kita semua, jadi setiap manusia khususnya masyrakat Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu berkembang didalamnya karena kemajuan suatu Negara dapat diukur atau dapat dilihat dari kemajuan pendidikan masyarakatnya. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupannya pada yang lebih baik. Kita dididik menjadi orang yang berguna baik bagi negara, Nusa dan Bangsa. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan yaitu di lingkungan keluarga (Pendidikan informal), lingkungan sekolah (Pendidikan formal), dan lingkungan masyarakat (Pendidikan nonformal). Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Proses pendidikan ini berlangsung seumur hidup, sehingga peranan keluarga itu sangat penting bagi anak terutama orang tua. Orang tua mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang, dan kasih sayang yang diberikan orang tua pada anaknya tidak ada habisnya dan tidak terhitung nilainya. Orang tua mengajarkan kepada kita hal-hal yang baik misalnya, bagaimana kita bersikap sopan-santun terhadap orang lain, menghormati sesama, dan berbagi dengan mereka yang kekurangan. pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan Formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.

Pendidikan merupakan masalah yang substansial bagi kehidupan manusia dan melekat secara kodrati dalam diri manusia. Pendidikan terdapat di seluruh kegiatan dalam kehidupan masyarakat, baik dalam dimensi horizontal maupun vertikal. Ketika manusia berinteraksi dengan dirinya, disitulah ada pendidikan. Ketika berinteraksi dengan dengan sesamanya dalam setiap kegiatan kemasyarakatan, disitu ada pula pendidikan. Ketika berinteraksi dengan alamnya, di situ juga ada pendidikan. Lebih dari itu ketika berinteraksi dengan Tuhan, pendidikan semakin jelas adanya. Antara pendidikan dan manusia bagaikan wadah dengan isinya. Tujuan pendidikan juga menjadi tujuan kehidupan manusia itu sendiri.

Menurut Suparlan sendiri sendiri, Pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan dan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri. Dewasa dalam hal perkembangan badan, cerdas dalam hal perkembangan jiwa, dan matang dalam hal berperilaku. 

Sedangkan Ki Hajar Dewantara mendefinisikan bahwa hakikat pendidikan itu adalah sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan individu yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Bercermin pada kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, secara jujur bisa dikatakan bahwa secara substansi ternyata pendidikan kita masih jauh dari makna yang seharusnya. Pendidikan yang dikembangkan saat ini adalah sistem pendidikan yang dimaknai  masih dalam arti sempit. Masih bersifat terbatas pada pemahaman bahwa pendidikan berarti kegiatan belajar mengajar secara formal. Pemaknaan ini akan berimplikasi pada hakikat pendidikan itu sendiri yang selanjutnya akan berdampak pada pencapaian tujuan pendidikan.

Pendidikan dalam pengertian sempit, menurut Mudyaharjo (2007) adalah pendidikan yang diidentikkan berlangsung dalam waktu terbatas, yaitu masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa, menurut jenjang TK. SD, SMP, SMA, kemudian perguruan tinggi. Dilakukan di ruang terbatas yaitu di lembaga persekolahan, menurut jenjang - jenjang seperti diatas. Oleh karena itu pendidikan berlangsung dalam suatu lingkungan khusus yang sengaja diciptakan menurut system administrasi dan manajemen tertentu dalam bentuk kelas.
Tujuan pendidikan sendiri ditentukan oleh pihak luar (sekolah) dan terbatas pada pengembangan kemampuan-kemampuan tertentu. Khususnya untuk membangun kecakapan hidup dan membentuk keterampilan tertentu. Menurut UU No 2 Tahun 1985 tujuan pendidikan adalah  mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab dan berbangsa.

Menurt TAP MPR No 4/MPR/1975, tujuan pendidikan adalah membangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangun yang berpancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab serta dapat menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945, Bab II (Pasal 2, 3, dan 4).
Lebih parah saat ini dari Negara, masyarakat, sekolah, keluarga, dan peserta didik itu sendiri pada umumnya sudah terjebak dalam pola pikir komersialisasi pendidikan. Orientasi ini terlihat dari pola pikir yang diarahkan pada sentralisasi kegiatan pendidikan hanya dalam pendidikan sekolah atau persekolahan. Keberhasilan seseorang melulusi setiap jejang persekolahan kemudian menjadi tolak ukur utama. Oleh karena itu terbentuklah pendapat umum bahwa semakin tinggi pendidikan sekolah seseorang, semakin terdidiklah dia. Akibatnya terjadi pergeseran nilai kualitatif pendidikan menjadi semakin kuantitatif.
Meminjam istilah Paulo Freire (1970), praktik pendidikan hanya dipahami sebatas sarana pewarisan ilmu dan bukannya transformasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang lebih menekankan pada proses pendewasaan pemikiran dan mengartikan belajar sebagai proses memaknai dan mengkritisi atas peristiwa-peristiwa kehidupan nyata yang kerap terjadi di lingkungan sekitar kita. Bukan hanya mencari ijazah dengan nilai yang tinggi maupun sebagai sarana meningkatkan status sosial.
Adanya komersialisasi pendidikan saat ini berbanding lurus dengan krisis moral yang terjadi di Negara ini. Hal ini terjadi karena ada pendangkalan orientasi pendidikan kea arah material kapitalistik. Watak ini melekat mulai dari titik kebijakan hingga pada praktik penyelanggaraan pendidikan. Yang terjadi selanjutnya adalah adanya penekanan dalam metode pembelajaran yang mengakibatkan wawasan pendidikan kita hanya berorientasi pada hasil (result oriented).ini menjadikan kemampuan reseptik - memoris (hafalan) menjadi tolak ukur utama dalam pembelajaran. Wawasan pendidikan yang seharusnya berorientasi pada proses (process oriented) tidak terwujud, akibatnya adalah kretivitas individual menjadi tumpul dan yang berkembang kemudian adalah moral peniruan.akibat selanjutnya adalah pendidikan tidak bisa menjadi agen dalam transformasi sosial. Kehidupan sosial tidak mengalami mobilitas dinamis yang bergerak kearah tujuannya. Watak masyarakat menjadi sangat konsumtif dan tidak produktif.
Secara substansial sebenarnya Pendidikan dilakukan melalui tiga upaya utama, yaitu pembiasaan, pembelajaran, dan peneladanan.Dengan demikian, pendidikan tidak sekedar pengajaran yang hanya hidup dalam lingkup sekolah dan sistem pendidikan hanya diartikan sebagai sekedar sistem persekolahan belaka. Sekolah hanya salah satu bentuk upaya pendidikan. Pembiasaan dan peneladanan amat besar pengaruhnya dalam pendidikan. Berbagai pembiasaan ini dilihat sejak anak-anak hingga dewasa. Sedangkan peneladanan, yang merupakan salah satu upaya pendidikan, berkaitan dengan berbagai pengaruh yang menimpa manusia. Peneladanan amat berkait dengan citra menjadi panutan, entah di luar rumah, sekolah, maupun tempat pergaulan. Peneladanan sendiri terjadi sebagai proses yang biasa disebut sebagai pembelajaran sosial, baik yang menghasilkan pengaruh positif maupun negatif.
Berdasarkan upaya pembiasaan, pembelajaran, peneladanan, maka pendidikan tidak bisa lain kecuali dipahami sebagai upaya pembudayaan. Hal ini pula yang melatari sejarah kemanusiaan sebagai sejarah perkembangan peradaban. Dengan kata lain, pendidikan merupakan upaya pembudayaan demi peradaban manusia. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya merupakan prakarsa pengalihan pengetahuan dan ketrampilan, tetapi juga mencakup pengalihan nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial.
Persoalan-persoalan diatas menuntut adanya pemikiran secara konkret mengenai kebijakan dan jalan keluar seperti apa yang efektif. Perlu adanya rekonstruksi paradigma pendidikan ke arah kontekstualisasi kebutuhan dan kehidupan masyarakat kita. Secara sistematis mungkin yang perlu direfleksi lagi mengenai pendidikan di Indonesia adalah :
  1. Pertama, Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah mencerdaskan potensi-potensi spiritual, intelektual, dan emosional setiap individu yang pada gilirannya berpengaruh terhadap masyarakat luas.
  1. Kedua, masa pendidikan berlangsung sepanjang zaman menurut jenjang tertentu secara linier kausalitas, dimulai dari jenjang keluarga, pendidikan sekolah, dan berlangsung terus menerus di berbagai jenis kegiatan dan pekerjaaan di dalam kehidupan bermasyarakat.
  1. Ketiga. Kegiatan pendidikan di lingkungan mana pun harus menjadi kegiatan pembelajaran bukan kegiatan pengajaran. Artinya pendidikan sebagai sistem pembelajaran bertanggung jawab memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan segala potensi yang ada pada peserta didik. Pendidikan tidak bertugas memaksakan suatu system kegiatan pengajaran kepada individu peserta didik untuk mengembangkan potensi yang tidak ada dalam dirinya sendiri.
Dari penjalasan yang disimpulkan bahwa pendidikan itu adalah suatu cara atau usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan ketrampilan, potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik, dan bertujuan untuk mengembangkan atau mengubah kognisi, afeksi dan konasi seseorang.
Semoga untuk sekarang dan selanjutnya permasalahan pendidikan tidak selalu hanya dipandang dari berbagai sudut pandang secara spasial, tetapi lebih merupakan suatu kesatuan substansial dalam kehidupan. Pendidikan bukan hanya mengenai maslah system yang ada tetapi secara lebih mendalam harus dimaknai sebagai sesuatu yang tanpa batas, maksudnya adalah tanpa batasan jenjang, umur, dan ruang. Pendidikan adalah segala unsur yang mencakup kehidupan kita selama ini. Bagaimana kita memaknai ini selanjutnya akan menghasilkan sebuah paradigma pendidikan yang terintegral mengenai hakikat kehidupan itu sendiri.
Semua orang itu guru, Alam raya sekolahku Sejahteralah bangsaku.
Semoga artikel ini bermanfaat tidak hanya bagi pribadi penulis, tetap juga bermanfaat untuk kalian yaitu para pembaca blog Mukhlas.com ini, semoga kalian terinspirasi untuk selalu menjadi orang yang berpendidikan selalu.
Semangat !

Posting Komentar untuk "Berpendidikan Itu Seumur Hidup "

Iklan Bawah Artikel