Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apakah Anak Yang Juara Kelas Akan Sukses Di Masa Depan

Apakah Anak Yang Juara Kelas Akan Sukses Di Masa Depan
Apakah Anak Yang Juara Kelas Akan Sukses Di Masa Depan.Anak yang sekarang nya lagi juara kelas atau istilah nya lagi gacor gacor nya di sekolah bisa tidak akan sukses di masa depan nanti. Pasti kalian ada yang bilang, “ Kan dia di sekolah rajin, selalu masuk kelas dan tidak pernah bolos sekolah “ dan segala macamnya.

Memiliki anak pintar yang selalu bisa jadi juara kelas jelas jadi sebuah kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri. Tapi jangan sampai anak jadi merasa tertekan dan sulit mengembangkan potensinya karena tuntutan untuk jadi juara kelas. Kenapa? Karena tak semua anak yang pernah jadi juara kelas saat sekolah bisa jadi orang sukses ketika dewasa.
Bukan bermaksud untuk menyuruh anak malas-malasan saja saat belajar atau sekolah. Cuma kita sebagai orang tua perlu memahami bahwa ada banyak aspek lain yang perlu diperhatikan untuk membuat anak jadi orang sukses ke depannya. Bukan cuma menekannya dan menuntutnya jadi juara kelas tapi juga membantunya untuk mengembangkan kemampuan sosial dan emosinya. Nah seperti yang dilansir oleh lifehack.org, seseorang perlu berpikir luas ( out of the box ) daripada cuma menuruti semua yang diperintahkan orang lain untuk bisa sukses. Ada banyak aspek yang perlu dipelajari anak selain mata pelajaran di sekolah, seperti cara untuk bisa tetap menjalani hari-hari dengan semangat dan bahagia, menjaga hubungan baik dan sehat, bekerja cerdas, dan cara mewujudkan impian yang selama ini diinginkan.
Memastikan anak mendapat nilai baik di semua mata pelajaran di sekolah memang perlu. Tapi jangan lupa kita juga perlu membantunya mengembangkan bakat serta kemampuannya. Juga membangun rasa percaya dirinya agar bisa bertahan dan berjuang melakukan yang terbaik dalam hidup, tak terjebak dalam zona nyaman. Di sekolah, biasanya seorang anak harus benar-benar patuh dan rajin untuk bisa jadi juara kelas. Mulai dari mengerjakan semua PR tepat waktu, mengerjakan ujian sebaik mungkin, dan mematuhi semua aturan sekolah. Bukan bermaksud mengatakan sistem sekolah itu selalu buruk. Hanya saja kita juga perlu lebih terbuka dalam berusaha memberi ruang lebih pada anak untuk belajar dari dunia nyata dan pengalaman hidup. Anak juga perlu belajar mandiri dan memahami bahwa terkadang hidup berjalan tak sesuai dengan harapan atau keinginan.
Kuatkan mental anak dengan terlibat dalam kegiatan-kegiatan lain di luar sekolah. Tanamkan pemahaman bahwa belajar itu bisa di mana saja dan dari mana saja. Karena anak yang dulunya juara kelas bisa jadi orang yang gagal saat dewasa karena belum memiliki kemampuan mental dan emosi yang kuat serta stabil menghadapi kerasnya hidup.
Musim tes alias ujian di depan mata. Biasanya masa-masa menjelang tes, bukan anaknya yang pusing, tetapi kita yang mulas. “Anakku cuek banget, boro-boro mau mengerjai latihan soal, keinginan untuk buka buku saja enggak ada,” cerita Ucup, teman saya.
Walaupun yang sekolah anak, aroma kompetisi juga tercium di kalangan para Mama. Masing-masing punya cara untuk menggenjot anaknya agar bisa meraih nilai bagus saat UAS nanti. Ada yang mengirim anaknya ke bimbel, kumon, les privat, ataupun diajar sendiri mati-matian.
Dalam soal akademik, anak saya Pi (11) memang tak terlalu menonjol, tapi juga tidak rendah. Kadang-kadang, muncul rasa iri melihat anak lain, “Duh, enak ya, si A, enggak usah repot-repot mengajari, anaknya memang udah encer otaknya.” Sementara, saya harus struggling mengajari anak, yang butuh diterangi beribu kali sampai dia bisa paham materi yang saya ajarkan.
Siapa sih, yang tidak ingin punya anak pintar, cerdas, jenius? Tapi, benarkah pintar itu berarti nilai akademis yang bagus? Sebuah artikel dari Scientific American tentang Rahasia Membesarkan Anak Cerdas, (terus terang) membuat saya lega. Menurut psikolog dari Universitas Stanford, Carol Dweck, penulis artikel tersebut, riset selama lebih dari 30 tahun membuktikan bahwa kepintaran intelektual atau kecakapan superior bukanlah kunci utama kesuksesan di sekolah maupun dalam kehidupan. Riset tersebut menunjukkan bahwa proseslah yang lebih berperan menentukan kesuksesan.
Justru, mereka yang mempercayai bahwa kepintaran itu adalah bawaan dan sifatnya tetap, cenderung rentan terhadap kegagalan, takut akan tantangan, dan tidak termotivasi untuk belajar.
Di mata para Mama, bentuk kepintaran yang mereka harapkan dari anak dan standar kepuasan terhadap prestasi anak juga berbeda-beda. Ada yang “Asal anakku Happy di sekolah dan rapornya tidak merah. ”Kalaupun akademik enggak menonjol, minimal punya prestasi di bidang lain, seperti olahraga. ”Walaupun di sekolah nilai rapornya tinggi, tapi kalau tes di bimbel nomornya rendah. Duh, anakku ketinggalan banget. “Kalau saya sendiri, selama ini lebih fokus untuk mengembangkan minat baca anak dengan mendisiplinkannya membaca buku setiap hari. Tak ada target khusus untuk nilai rapor. Toh, selama ini nilai ulangan tak pernah mengecewakan.
Kaitannya kepintaran dengan kesuksesan anak, secara umum, ada empat temuan Carol yang menarik untuk disimak:
  • Tanamkan pada anak untuk memiliki mindset proses dan kemampuan yang bertumbuh. Bukan sekadar membanggakan kecerdasan atau bakat.
  • Beri mereka apresiasi atau pujian karena ketekunan atau strategi mereka (bukan karena kecerdasan semata). Pujian tersebut dapat membuat mereka menjadi berprestasi di sekolah dan menjadi bekal dalam kehidupan mereka nantinya.
  • •Biarkan mereka belajar dari kegagalan. “Perilaku tak berdaya dan gampang menyerah di sekolah lebih sering disebabkan karena Kurangnya usaha (bukan Kurangnya kemampuan),” tulis Carol. Misalnya, saat mengerjakan soal matematika yang sulit, sebagian anak memilih untuk menyerah. Mereka yang jawabannya benar biasanya orang-orang yang fokus pada upaya untuk bisa menyelesaikan tantangan. Mendapat nilai ujian yang tidak sempurna bukanlah sesuatu yang menakutkan.
    • Siswa dengan mindset bertumbuh menganggap bahwa belajar adalah tujuan yang lebih penting di sekolah daripada mendapatkan nilai bagus. Selain itu, mereka sangat menghargai kerja keras. Mereka mengerti bahwa bahkan seorang genius pun harus bekerja keras untuk pencapaian besar mereka. “Dihadapkan oleh kegagalan seperti nilai ujian yang mengecewakan, siswa dengan mindset bertumbuh mengatakan mereka akan belajar lebih giat atau mencoba strategi yang berbeda untuk menguasai materi,” tutur Carol, merujuk hasil penelitiannya.
Siapa orang tua yang tidak senang mendapat peringkat dikelas? Dari pihak anak, anak yang menerima rangking sebagai ganjaran karena senang belajar, tentu berbeda situasinya dengan anak yang diterima karena desakan dan paksaan belajar dari orang tua. Dari pihak orang tua yang layak kita pantau, dorongan / paksaan belajar benarkah itu sebagai wujud menghargai anak ataukah yang sebenarnya ingin mendapat peringkat (tanpa disadari menjadi pertanggungan) apakah obsesi sebagai orang tua? Jangan-jangan itu hanya untuk memenuhi dahaga kepuasan sebagai orang tua
Saya termenung, dan berpikir. Dalam perjalanan saya sebagai guru dan orang tua, mendapat peringkat lebih banyak dari pada beban anak atas prestasi. Banyak anak yang direnggut masa kanak-kanak mereka, sebaliknya oleh orang tuanya. Mereka kalah watu bermain diusia kanak-kanak karena berjuang melawan orang tua, sekolah berprestasi, peringkat dikelas, dan menjadi terbaik di kelas. Pagi sampai siang, anak belajar disekolah, pulang sekolah tidak mendapat istirahat anak les belajar, bahkan les Mandarin, les melukis, les musik, les Inggris, les kumon. Seabrek kegiatan dari hari Senin hingga Sabtu. Di rumah masih diwajibkan belajar. Waktu sangat padat, semua agenda tersusun rapi. Melihat kegiatan anak seperti itu, saya bertanya pada diri sendiri, Apakah itu yang disebut disiplin ataukah itu lebih tepat robot? Rutinitas anak seperti saya banyak yang melompat orang tua obsesif, yakin kelas rangking akan berbanding lurus dengan kesuksesan masa depan anak.
Tidak selalu demikian. Pengalaman dan perbincangan terhadap para siswa saya yang saat ini telah mengubah dunia kerja menunjukkan para siswa yang saat ini sedang mengerjakan persiapan akademis yang biasa-biasa saja dapat memiliki kehidupan ekonomi yang progresif. Mereka adalah siswa yang menikmati masa sekolah dengan aktivitas sosial, pergaulan yang baik, komunikasi yang altruis dan aktif dalam organisasi. Mereka memiliki rasa percaya diri yang membentuk proses pergaulan dan sosial. Mereka lebih realistis memandang kehidupan. Mereka lebih cerdas mencari jalan keluar saat menghadapi tantangan dan kesulitan. Mereka menikmati hidup sesuai dengan perkembangan usianya
Para siswa yang prestasinya biasa saja tetapi lebih menikmati hidup sesuai masanya, lebih dinamis dalam pertahanan diri, lebih luwes dalam pergaulan, lebih rendah hati dengan kompilasi masuk dunia kerja mereka berjuang mulai dari kerja paling bawah. Barangkali lihat saya ini terlalu sederhana dan terlalu awal untuk menarik kesimpulan tersebut. Namun jelas tidak bisa disangkal, hidup ini tidak harus menjadi juara. Kesuksesan itu tidak dihargai dengan kemenangan kelas atau rangking 1, lebih dari yang bisa dinikmati kegembiraan dalam apa yang dilakukan. Itu saja, dan itu cukup. Saya percaya, anak saya bisa menikmati kegembiraan dalam setiap yang dilakukan –saat ini belajar dan sekolah-pasti sudah cukup berhasil. Keberhasilan hasil akhir / tujuan; sukses adalah perjalanan.
Hidup itu tidak harus menjadi juara 1; tapi hidup itu harus bahagia. Dan saya mau membantu anak saya senang dengan sekolahnya, maka saya tidak meminta dia juara kelas atau peringkat 1. Dengan alasan menguatkan anak kelas wali “Pak, anak bapak peringkat….” , tidak saya tanggapi lebih lanjut; karena sekolah tidak harus juara 1; yang lebih penting adalah anak saya senang sekolah; menikmati masa sekolah mulai; Karena masa-masa sekolah dasar tidak akan pernah bisa terulang. Bagiku itu seudah merupakan prestasi.
Padahal untuk menjadi sukses itu tidak harus sang anak mendapatkan juara 1 di sekolah nya atau juara umum di sekolah nya, sukses itu tergantung anaknya bagaimana ia mengejar kesuksesan untuk dirinya sendiri di masa depan nanti.
Semoga bermanfaat.

Posting Komentar untuk "Apakah Anak Yang Juara Kelas Akan Sukses Di Masa Depan"

Iklan Bawah Artikel