Perjuangan siswa Indonesia Untuk Bersekolah
Perjuangan siswa Indonesia Untuk Bersekolah
Pendidikan itu wajib diterima dan dijalani oleh para penerus bangsa ini. Semua tertera pada UUD Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 31 yang terdiri dari 5 ayat, yaitu :
- Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
- Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
- Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.
- NegaraNegara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
- Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Berbagai persiapan pun dilakukan oleh para orangtua untuk bisa memberikan yang terbaik untuk buah hati. Kendati demikian, tak sedikit murid sekolah yang harus melewati berbagai rintangan demi bisa sampai ke sekolah. Misalnya, tidak semua orang bisa mencicipi rasanya berangkat ke sekolah dengan transportasi yang nyaman. Beberapa siswa yang berasal dari daerah terpencil harus mengarungi sungai setiap harinya untuk bersekolah. Selain itu, banyak pula berbagai macam perjuangan yang harus dilakukan demi bisa mengenyam pendidikan untuk hidup yang lebih baik.
Demi menuntut ilmu, seorang anak rela berjuang untuk sampai di sekolah walaupun banyak rintangan yang ia dihadapi menuju tempat sekolah, tempat mereka belajar dan menuntut ilmu. Kemudahan dalam mengenyam pendidikan tidak mereka dapatkan dengan mudah, perjuangan demi perjuangan pun harus mereka lalui untuk mendapatkan pendidikan di sekolah walaupun ia berada di daerah terpencil.
Indonesia memang sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945 yang lalu, tepat 75 tahun yang lalu, saat Indonesia mulai bebas dari penjajahan Jepang. Namun, sebenarnya dampak dari kemerdekaan itu sendiri belum dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada di Indonesia lho...
Dan masih banyak fasilitas dan sarana prasarana di Indonesia yang belum memadai dan perlu diingat, dampaknya juga belum dirasakan sepenuhnya oleh anak–anak di daerah terpencil, terutama di bidang pendidikan yang berada di Indonesia.
Perjuangan siswa atau siswi yang ada di Indonesia sebelum belajar untuk berangkat ke Sekolah masih dialami oleh beberapa wilayah di Indonesia. Padahal investasi terbaik untuk Negara adalah investasi yang berada pada bidang pendidikan.
Tidak adanya sekolah dan tenaga pengajar yang membuat mereka harus bekerja lebih keras bahkan ada yang mengorbankan nyawanya untuk bisa sekedar bersekolah. Mereka harus jalan kaki sejauh 3-4-5 KM, menyebrangi sungai yang deras,dan melewati rintangan yang ekstrem yang mempertaruhkan nyawanya untuk hanya pergi untuk sekolah. Namun semua itu tidak mengurangi semangat mereka untuk menuntut ilmu.
Berikut 5 Perjuangan Siswa Indonesia yang Tinggal di Desa Terpencil
- Perjuangan siswa di Desa Cicaringin
Siswa SD ini yang berada di desa cicaringin tidak sedang melakukan kegiatan outbond. Melainkan perjuangan untuk bisa bersekolah. Dengan tidak adanya jembatan yang menghubungkan antar desa tersebut, otomatis membuat mereka harus menyebrangi sungai tersebut dengan melewati dan memegangi kawat baja. Padahal nihh jika mereka terpeleset sedikit saja pasti akan membuat mereka terjatuh ke dalam sungai yang mengalir deras. Kegiatan yang seperti ini mereka lakukan setiap hari hanya untuk pergi ke sekolah. Namun mereka tetap bersemangat untuk menuntut ilmu walaupun nyawanya sebagai taruhannya.
- Perjuangan Siswa di Pedalaman Sumba (Sumba)
Siswa SDI Maulumbi ini, mereka setiap pagi harus menyebrangi aliran sungai yang sangat deras untuk bisa bepergian ke sekolahnya dan mereka harus bertelanjang setiap pergi dan pulang dari sekolah. Jika tidak seperti itu, maka seragam yang dikenakannya akan basah kuyup oleh air sungai.
- Perjuangan Siswa di Kampung Batu Busuk (Sumatra Barat)
Perjuangan selanjutnya untuk pergi ke sekolah datang dari Sumatra Barat, siswa dari kampung batu basuk ini harus menempuh jarak yang kurang lebih 7 mil atau 11,2 KM untuk pergi ke sekolahnya yang berada di kota padang. Perjalanan nya pun tidak semudah yang kita dibayangkan. Mereka itu harus masuk dan keluar hutan, melewati jembatan yang telah rusak akibat hujan yang deras. Meskipun jembatan itu telah rusak parah dan hanya menyisakan untaian kabel yang tersisa, para siswa tersebut tetap nekat melewati jembatan yang sudah tersisa untaian kabel tersebut. Mereka ( para siswa atau siswi ) harus berhati hati dan menjaga keseimbangan saat melewati jembatan tersebut. Jika mereka tidak berhati – hati, mereka akan bisa terluka, jatuh dan tenggelam bahkan bisa membuat nyawa mereka melayang. Karena jarak antara jembatan tersebut dengan sungai sangat tinggi, sekitar 9 meter atau 30 kaki.
- Perjuangan Siswa di Desa Sanghiang Tanjung (Lebak Banten)
Beralih ke desa lain yang berada di Indonesia, yaitu desa Sanghiang tanjung. Letak sekolah ini yang berada di sebrang desa dan dipisahkan oleh Sungai Ciberang, yang memaksa mereka harus melewati jembatan gantung yang sudah rusak itu. Bahkan situs ternama asal inggris, Daily Mail. Membandingkan perjuangan murid desa Sanghiang Tanjung dengan aksi berbahaya film Indiana Jones.
- Perjuangan Siswa di Desa Suro – Plampungan (Boyolali)
Anak – Anak sekolah dasar yang tinggal di desa suro dan desa plampungan jawa tengah ini lebih memilih melewati saluran air yang menghubungkan kedua desa tersebut untuk pergi ke sekolah. Saluran air ini juga di sebut sebagai jembatan “Shiratal Mustqim” karena setiap orang yang melewati jembatan ini harus memiliki keteguhan dan nyali yang kuat untuk melintasi jembatan ini. Jembatan yang dibangun pada jaman Belanda ini difungsikan untuk saluran air, meskipun begitu anak anak lebih memilih lewat saluran air ini daripada menempuk jarak lebih dari 6 KM. saluran air ini mempersingkat jarak mereka untuk pergi ke sekolah.
- Sebrangi Sungai Buaya Demi Sekolah
Para siswa dan siswi Sekolah Dasar Negara (SDN) No 101976 harus bertaruh nyawa setiap hari untuk berangkat dan pulang sekolah dari Dusun Manggis, Desa Buntubulat, Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Serdangberdagai. Pasalnya, mereka itu harus menyeberangi Sungai Buaya untuk sampai kesekolah di Desa Bandarkuala, Kecamatan Galang, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara (Sumut). Dan juga, mereka harus menyeberangi Sungai Buaya yang lebarnya 70 meter menggunakan rakit bambu yang dibuat oleh warga agar sampai kesekolah tepat waktu dengan durasi yang waktu dan jarak ia tempuh yang lebih sedikit. Tidak hanya itu mereka juga harus melewati perkebunan sawit milik sebuah perusahaan swasta. Anak – anak tersebut hampir setiap hari meyebrangi sungai tanpa bantuan orang tua. Hari saat berita ini dibuat arus sungai memang tak begitu deras, namun tetap saja berbahaya untuk melewati sungai yang membelah Kabupaten Deliserdang dan Kabupaten Serdang Berdagai. Menurut warga, jalur ini merupakan akses satu-satunya warga Desa Manggis menuju sekolah ataupun desa. Jalur darat dinilai warga terlampau jauh dan rusak.
Terpaksa Menyebrang Menggunakan Seutas Tali Baja
Para siswa maupun siswi yang terpaksa harus menyeberangi seutas tali baja sebagai jembatan untuk sampai kesekolah mereka. Seutas tali baja digunakan sebagai pijakan sementara seutas tali baja lainnya yang digunakan sebagai pegangan. Wilayah yang sangat memprihatinkan tersebut ada di Desa Sikundo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Desa tersebut terletak sekitar 20 kilometer dari pusat Kecamatan Pante Ceureumen dan sekitar 80 kilometer dari pusat Kota Meulaboh. Aktifitas tersebut dilakukan warga setiap hari dan ada 5 jembatan kabel yang tersedia. Tidak hanya para pelajar yang menggunakan nya, tapi warga di desa pun memakai jembatan tersebut untuk berbagai keperluan. Bagi warga Sikundo, jembatan tersebut merupakan akses vital dari berbagai keperluan masyarakat di desa tersebut. Apabila hujan deras warga kerap kali tidak bisa keluar dari desa lantaran air sungai yang naik. Beberapa bulan sebelumnya, pemerintah telah membuat jalan trobos untuk membuka Desa Sikundo ini, namun warga enggan menggunakannya jalan tersebut. Hal itu dikarenakan mereka harus melewati hutan belantara dan tanjakan, apalagi warga takut karena kerap kali bertemu dengan hewan buas seperti gajah dan harimau yang sering muncul secara tak terduga.
- Sebrangi Sungai Demi Sampai ke Sekolah
Siswa sekolah SD, SMP di Desa Amola, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat terpaksa menyeberangi Sungai Amola. Puluhan siswa terlihat menyeberangi sungai agar sampai ke sekolah tepat waktu pada Rabu (5/12/2018). Dikutip melalui kompas, infrastuktur jembatan penghubung antar desa tidak tersedia sehingga memaksa para siswa untuk menyeberanginya demi sampai kesekolah. Setiap hari mereka melakukannya karena tidak ada jalan alternatif lain yang lebih dekat menuju kesekolah. Para siswa tersebut umumnya sekolah berdasarkan keadaan cuaca. Apabila musim banjir para siswa tersebut tidak bersekolah karena arus sungai yang deras dan naik. Mereka juga harus bongkar seragam saat menyeberangi sungai agar pakaian dan buku yang dibawa tidak basah. Kondisi – kondisi miris tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun. Pasalnya jika tidak melewati sungai tersebut mereka harus memutar dengan berjalan kaki lebih dari 3 kilometer.
- Demi Bersekolah, Pelajar Terpaksa Panjat Jembatan Mangkrak
Perjuangan demi pendidikan di sekolah ternyata dialami oleh siswa dan siswi berseragam madrasah dan tsanawiyah di Kecamatan Natal, Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Terlihat para pelajar tersebut memanjat pondasi beton dan besi-besi sebuah jembatan yang belum juga rampung sampai saat ini agar sampai kesekolah. Tak hanya itu, sesampainya diatas mereka harus meniti jembatan dengan panjang 100 meter tersebut. Diketahui jembatan tersebut merupakan sarana satu-satunya selain perahu yang menghubungkan Desa Pasar V dan Pasar VI serta Desa Pardamean Baru menuju Ibu Kota Kecamatan Natal. Masyarakat bisa saja menyebrang dengan menggunakan perahu namun sangat beresiko apabilla air sungai tengah meluap. Jembatan tersebut sudah mulai dibangun sejak tahun 2013 namun tidak juga rampung sampai sekrang berasarkan pantauan Kitakini News dilokasi, Jumat (18/10/2019). Ikatan Pemuda Pemudi Ranah Natal (Ikaperta) menilai jembatan ini adalah infrastuktur vital dan merupakan impian masyarakat sejak lama.
Kesimpulan nya, mungkin pemerintah harus lebih memerhatikan pendidikan di daerah terpencil, dengan melengkapi sarana dan prasarana nya, dan tenaga kerja yang mengajar di daerah terpencil.
Posting Komentar untuk "Perjuangan siswa Indonesia Untuk Bersekolah"
Silakan berkomentar di mukhlas.com Komentar akan dimoderasi terlebih dahulu oleh admin. Komentar yang melanggar peraturan tidak akan dipublikasikan.