Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Guru Adalah Pahlawan Yang Hebat

Guru Adalah Pahlawan Yang Hebat


Guru Adalah Pahlawan Yang Hebat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh semuanya, nah kembali lagi dengan saya, nah di kesempatan kali ini, saya akan membahas seseorang yang berjasa dalam hidup semua orang, setelah ibu dan ayah kita. Siapa yang tau ? Ayolo.... Yup betul ! Dia adalah guru ! Pahlawan tanpa tanda jasa ini. Ada yang tau lagu Hymne Guru ? Itu adalah lagu tentang guru kita, salah satu seorang yang berjasa dalam hidup kita, membantu mengembangkan bakat kita di sekolah.
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru..
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa
Kira – kira seperti itu lah lirik dari salah satu judul lagu wajib Hymne Guru, yang pasti lirik lagu diatas tentu bukan hal yang asing di telinga kita. Seorang guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia karena tugas dari guru ialah mentransfer ilmu pengetahuan nya, pengalaman nya, penanaman nilai budaya, moral dan agama. Selain itu guru juga bertugas sebagai motivator.
Nah, pentingnya posisi guru tersebut perlu banget mendapatkan perhatian khusus terutama mengenai kesejahteraan hidup nya, karier dan nasib seorang guru khususnya guru yang masih honor.
Coba nih yaa kalian cermati bait terakhir lagu Hymne Guru diatas tadi, "Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa".
Muncul sebuah pertanyaan disini, apakah guru, pahlawan tanpa tanda jasa bisa diartikan juga sebagai guru yang mengajar dan mengamalkan ilmunya tanpa imbalan (upah / gaji), dan justru mengabaikan aspek kesejahteraannya sebagai seorang manusia?
Apakah mungkin nih seorang dapat berbuat maksimal jika kebutuhan hidupnya tidak bisa terpenuhi? Diera globalisas inii dan ditengah-tengah krisis multi dimensional dimana harga barang melambung tinggi mempengaruhi biaya hidup yang ikut tinggi, rasanya hal itu adalah hal yang tidak mungkin.
Sejak saya diajar guru 10  tahun silam, saya sering bertanya-tanya tentang gelar “ pahlawan tanpa tanda jasa “ yang mereka sandang. Betapa gagahnya julukan itu sehingga mereka semua seolah-olah sejajar dengan Pangeran Diponegoro atau Cut Nyak Dien. Tentunya Cut Nyak Dien asli, bukan yang KW ya hahaha. Bedanya, foto mereka tak pernah terpajang di dinding kelas atau mengisi buku sejarah. 
Terus apa tolok ukurnya hingga mereka semua itu dicap sebagai pahlawan? Jika ukurannya mencerdaskan anak bangsa, saya pikir—jika memang ada—jasa mereka tak besar-besar amat. Setujukah Anda jika bayi 14 bulan bisa berjalan gara-gara jasa ibu dan bapaknya? Jika setuju, latihlah bayi yang masih 6 bulan untuk berjalan. Berhasilkah?
Artinya, semua ada masanya, juga ada sebab-sebab lainnya. Bob Sadino, Ibu Susi Pujiastuti, maupun Mark Zuckerberg adalah sederet jenius yang tidak banyak membutuhkan campur tangan guru. Guru di sekolah, maksud saya.
Jika mereka semua dianggap pahlawan karena mengemban tugas berat tetapi bergaji kecil, bukankah juga banyak pekerjaan yang lebih berat dengan gaji yang lebih kecil ? Manol – manol pasar itu berangkat sebelum Subuh, mengangkat berkuintal - kuintal sayur, beras, dan barang – barang lainnya di pasar tradisional, mengabaikan rasa sakit akibat kejetit, serta berjasa bagi bergulirnya ekonomi bangsa. Coba tanya berapa ppenghasilannya ?
Para petani penggarap sawah, yang kadang di tengah malam melewati pematang, memeriksa saluran air agar bisa mengaliri sawahnya, tak peduli pada ular-ular yang berkeliaran, tak pernah tahu panennya akan berhasil atau gagal, serta tak pernah tahu harganya tinggi atau anjlok; bukankah juga pantas menyandang gelar pahlawan pangan bangsa? Belum lagi para nelayan yang bertarung dengan ombak samudera, sopir mikrolet yang terdesak kehadiran ojek, ojek yang tersaingi ojol, atau ojol sendiri yang (akhirnya) dianggap sepele. Lulus SMA kok jadi ojol ? Atau jangan-jangan, lulusan SMA yang jadi ojol itu akibat kesalahan gurunya ?
Baiklah, mereka semua nggak mau dicap pengkhianat oleh para guru yang ada di Indonesia gara – gara tulisan ini. Jadi, saya akan coba sampaikan pendapat yang lazim saja tentang guru, sosok paling berjasa dalam mencerdaskan anak bangsa. Atas jasa besarnya itu, ia rela bergaji kecil. 
Gaji kecil ini serius dan tidak mengada-ngada. Kalau nggak percaya, lihatlah parkiran SMA atau SMK, lalu bandingkan motor-motor yang berjajar di sana. Anda bisa lihat, motor siswa hampir selalu lebih bagus dan baru dibanding gurunya. Kalau ada satu dua guru menunggangi motor baru, pasti saat distarter bunyinya bukan drem drem drem, melainkan dit dit dit. Artinya? Masih kredit hahaha.
Alasan yang kedua adalah tentang jasa. Anda pasti ingat sama lagu Oemar Bakri-nya Bang Iwan. Lagu legendaris yang salah satu liriknya berbunyi “ Bikin otak orang seperti otak Habibie “  ini benar-benar melambungkan derajat guru ke awang – awang.
Alasan ini sebenarnya sah-sah saja, terlebih jika Anda perhatikan guru-guru di tingkat dasar. Guru-guru di SD bukan hanya mengajari murid-muridnya untuk membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga cara memegang pensil yang benar. Belum lagi jika ada murid yang ngompol di kelas dan tugas gurulah yang membersihkan nya, bukan?
Masalah berbeda akan dijumpai pada guru-guru SMP. Mengajari anak – anak di usia menuju remaja ini ampun – ampun beratnya. Anak – anak seusia ini kalau diperlakukan baik-baik, mokong – nya luar biasa. Guru – guru yang lugu atau fresh graduate yang masih bisa dibilang idealis dengan pendidikan harus demokratis—harus siap menjadi bulan-bulanan siswa. Guru juga harus pintar – pintar mengendalikan emosi nya. Jika kebablasan, siap – siap saja diperkarakan orang tua siswa.
Sebenarnya yang lebih ringan adalah guru tingkat atas; SMA atau SMK. Secara perilaku, anak – anak SMA / SMK mulai matang meski di kelas 10 masih ugal – ugalan seperti yang terjadi beberapa waktu lalu pada Pak Joko Susilo dari Kendal. Namun bukan berarti tugas guru benar-benar ringan. Selain tugas utama mengajar, guru harus memberi perhatian lebih pada perilaku siswa terhadap lawan jenisnya, apalagi jika sekolahnya luas atau bertingkat. Guru harus terus mengingatkan dan rajin patroli agar sekolah tak dapat malu di kemudian hari.
Jadi begini, Saudara. Menjadi pahlawan atau tidak itu tergantung diri kita masing-masing. Guru yang berjiwa pahlawan itu banyak. Namun, yang bermental karyawan atau bahkan preman juga tak kalah banyak. Guru yang keberatan dengan gelar pahlawan tanpa tanda jasa itu banyak. Namun yang bangga dan merasa terhormat dengan julukan tersebut jauh lebih banyak.
Saya mau mengkritik beberapa guru yang ada di Indonesia, ambil contoh begini: ada guru yang mengajarnya asal-asalan, yang penting masuk kelas, memanggil sekretaris kelas untuk memindahkan tulisan dari buku guru ke papan tulis, sementara dirinya sendiri asyik main hape, membagikan video atau gambar atau tautan via WA yang ia dapat dari grup lainnya, hingga jam pelajaran berganti.
Atau, ada guru yang mewajibkan siswa membeli buku paket padanya, meminta siswa membaca halaman sekian, memberinya tugas di halaman sekian, tugasnya wajib dikumpulkan, dan pada pertemuan selanjutnya, tugas itu dikembalikan tanpa koreksi, hanya diberinya paraf atau tanda tangan.
Atau, ada guru yang begitu ketat saat mengawasi ujian. Siswa gerak sedikit langsung dipelototi. Pulpennya jatuh dicurigai. 
Jadi fair sajalah. Guru nggak perlu membangga-banggakan diri sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru juga nggak harus terbebani dengan pujian yang sama. Paling tidak, jika Anda menjadi guru, semuda apa pun umur Anda, orang-orang sudah cukup “menyanjung” Anda dengan panggilan Pak atau Bu.
Oke sekarang kita puji lagi jasa para guru yang ada di Indonesia. Jasa guru ( terutama guru honorer ) di Indonesia masih dihargai jauh dibawah nilai UMR, sungguh sangat memprihatinkan dan bahkan menyedihkan.
Guru, dalam hal ini sebagai guru honorer, boleh saja ikhlas mengabdi dalam mengemban tugas mengajar, tetapi guru honor tetap juga seorang manusia yang butuh dan perlu memikirkan kehidupan dan kesejahteraan dirinya sendiri beserta dengan keluarganya.
Ada saja diantara guru honorer tersebut yang pada akhirnya bekerja serabutan, jadi tukang ojek lah, mengajar ditempat lain dan pekerjaan – pekerjaan lain hanya untuk memenuhi kebutuhan nya sehari-hari. Tentu hal ini akan memberikan dampak psikologis dimata anak didiknya dan masyarakat, serta bisa berimplikasi kepada menurunnya jumlah generasi muda yang ingin mengabdi dan berprofesi menjadi seorang guru.
Di Indonesia sendiri nih saat ini masih kekurangan ribuan bahkan ratusan ribu tenaga pengajar terutama dipelosok desa yang jauh dengan kota – kota besar. Dengan berubahnya sistem pendidikan dan lahirnya sejumlah peraturan pemerintah serta undang – undang dibidang pendidikan, ternyata belum mampu menyentuh dan memperbaiki kesejahteran hidup guru honorer dari kota besar.
Ada baiknya nih pemerintah bisa lebih memfokuskan dan memproritaskan, peningkatan kompetensi, profesionalisme, peningkatan status, kesejahteraan dan pembinaan organisasi profesi guru honorer. Dengan harapan akan adanya keseimbangan peningkatan kesejahteraan guru honorer tentu akan selaras peningkatan kompetensi, profesionalisme, peningkatan kualiatas guru honorer dan kualitas pendidikan yang ada di Indonesia.
Atas pengabdiannya mendidik anak – anak menjadi sosok yang berguna bagi nusa dan bangsa, guru sebenarnya layak mendapatkan julukan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Namun, tahukah teman – teman semua, jika sebenarnya ada beberapa fakta menarik dari profesi guru ?
  1. Kemarahan guru adalah bentuk kasih sayang
Ketika dengan sengaja melakukan suatu kesalahan, contohnya menyontek saat ulangan atau menggangu teman, maka guru kita pasti akan marah dan merasa kecewa. Sebab, muridnya tidak disiplin dan tidak menghargai teman. Kemarahan guru tersebut adalah hal wajar. Ayo coba teman-teman tebak, mengapa wajar? Yap, sebenarnya dan pastinya karena ia ingin anak muridnya jujur pada saat ulangan, serta menjadi anak baik. Nah, ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang seorang guru.

  1. Menjadi salah satu sosok penentu masa depan
Keberhasilan seseorang dalam menentukan masa depan memang tergantung dari keinginan serta kemauan dari dalam diri sendiri. Tetapi selain itu, ada sosok lain di balik kesuksesan seseorang dalam penentuan masa depan. Ia adalah guru. Guru membantu kita dari nol di bangku sekolah. Mulai dari playgroup, taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga ke sekolah lanjutan lain dan universitas. Selain orang tua di rumah, ia lah yang begitu sabar mengenalkan huruf, angka, sampai mengajari kita bagaimana menghadapi kehidupan.
  1. Saat berada di sekolah, guru menjadi pengganti orang tua yang berada di rumah
Guru memiliki peran ganda, kalian semua, di sekolah. Selain merupakan pendidik, guru juga menjadi orangtua kita di sekolah. Jadi, apapun kesulitan yang kita hadapi nanti di sekolah, guru pasti akan membantu kita dan membimbing kita. Jadi, jika kita mengalami sesuatu, cobalah untuk berbagi cerita dengan guru kelas. Jangan merasa malu atau ragu, karena dengan penuh kasih sayang ia akan memberikan bimbingan kepada kita.
Nah itulah sekian curhatan, pujian serta kritik – an yang saya kepada guru. Intinya guru harus semangat untuk membuat bangsa ini maju dengan Sumber Daya Manusia ( SDM ) nya. Bismillah Indonesia bisa !
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Posting Komentar untuk "Guru Adalah Pahlawan Yang Hebat"

Iklan Bawah Artikel