Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Balitapun Terpapar Gadget, Ini Solusinya


Saat membuka link youtube menemukan sebuah video berjudul “A Magazine Is an iPad That Does Not Work”. Di video tersebut diperlihatkan seorang anak berusia 1 tahun yang diberikan sebuah majalah. Alih-alih membalik halaman-halaman majalah tersebut, si anak mencoba memperlakukan majalah seperti komputer tablet, yaitu mengutak-atiknya dengan jari. Videonya bisa ditonton di link ini:https://www.youtube.com/watch?v=aXV-yaFmQNk

Pada usia 0-2 tahun, perkembangan kognitif anak berada pada tahapan sensorimotor. Artinya, anak butuh input sensori untuk belajar. Perlu benda nyata yang bisa dipegang, diamati, dan diutak-atik. Apa yang terjadi di video yang saya ceritakan di atas, adalah kasus anak usia di bawah 2 tahun hanya tahu cara memegang komputer tablet, kemungkinan tidak pernah diberi waktu untuk bermain dengan buku yang nyata, dan akibatnya salah mempersepsi majalah sebagai tablet.

American Academy of Pediatrics merekomendasikan orangtua untuk tidak memberi screen time (waktu untuk menonton TV, video di laptop, dan game di layar) untuk anak berusia di bawah 2 tahun. Aktivitas yang disarankan adalah aktivitas-aktivitas “dunia nyata” yang dapat merangsang perkembangan sensorimotor anak. Contoh kegiatannya banyak sekali, dan saya yakin ibu-ibu di grup ini juga sudah dapat bekal ilmunya ( Untuk anak-anak berusia di atas 2 tahun, waktu yang ‘ideal’ pun hanya 2 jam sehari. Jadi screen time hanya menjadi salah satu variasi kegiatan, bukan sebagai kegiatan andalan untuk anak. Apalagi kalau digunakan untuk ‘menjinakkan’ anak yang tidak mau makan atau saat orangtua sedang sibuk.

Istilah gadget tidak hanya mengacu pada smartphone, melainkan semua perangkat teknologi yang ‘canggih’ termasuk laptop/komputer. Tidak bisa dipungkiri, ada manfaat gadget untuk pendidikan, di antaranya adalah:

  • Menyediakan sarana belajar yang merangsang kreativitas dan keterampilan problem solving anak melalui games
  • Menjadi sarana untuk menstimulasi perkembangan indra pendengaran dan pemahaman cerita, misalnya saat mendengar/menonton lagu dan cerita
  • Menunjang anak untuk menjadi melek teknologi, dan sejumlah games merangsang kemampuan koordinasi mata-tangan (karena anak harus melihat gambar sambil menggerakkan jari).

Namun, semua yang berlebihan tentunya tidak baik. Apakah ada kenalan atau saudara ibu-ibu di sini yang anaknya tidak mau makan kalau tidak sambil menonton video? Atau yang anaknya bisa menonton video di tablet selama berjam-jam dan harus dipaksa untuk istirahat? Atau, yang gelisah dan mencari-cari bila sehari saja tidak bertemu smartphone/tablet? Sad to say, ini bukan kejadian langka di era teknologi digital seperti sekarang. Bahkan saat ini ada istilah "digital nanny", yaitu ketika orangtua meninggalkan anak sendiri dengan gadget seperti halnya anak ditinggal dengan pengasuh. Padahal, ahli teknologi seperti Steve Jobs (Apple) dan Evan Williams (Twitter) justru sangat membatasi akses gadget ke anak-anak mereka dan lebih banyak mengajak anak bereksplorasi lewat kegiatan "dunia nyata" dan membaca buku. 

Kerugian lainnya dari penggunaan gadget yang tidak tepat antara lain:

1. Membiarkan anak bermain sendiri dengan gadget tanpa didampingi juga berarti tidak mendorong terciptanya interaksi antara anak dan orangtua.

2. Bermain gadget persis sebelum tidur (misalnya, membiarkan anak dengan gadget supaya dia akhirnya mengantuk sendiri) juga tidak baik bagi tubuh, karena sebelum tidur tubuh perlu untuk bersiap-siap dan menurunkan tingkat aktivitas. Hal ini tidak hanya berlaku pada anak-anak, tetapi juga orang dewasa.

3. Membatasi kegiatan fisik yang merangsang perkembangan koordinasi motorik halus dan kasar. Gadget digunakan sambil duduk, dengan posisi leher biasanya kaku dan mata hanya terpaku pada layar. Orang dewasa saja tidak disarankan duduk terlalu lama di depan computer, apalagi anak-anak.

Dr. Ari Brown (New Tech City, WNYC), seorang ahli tumbuh kembang anak, menyarankan agar ada aturan di rumah terkait penggunaan gadget. Hal ini terutama dalam penggunaan smartphone dan computer tablet, yang saat ini lebih mudah diakses oleh anak. Dari berbagai sumber (linknya saya beri di bagian bawah tulisan ini), berikut sejumlah aturan tentang penggunaan gadget yang dapat diterapkan di rumah:

1. Buat aturan yang tegas tentang waktu, tempat, dan durasi penggunaan gadget. Misalnya, tidak ada gadget saat makan, di kamar mandi (iya, anak-anak yang sudah sekolah ternyata bisa bawa hp ke kamar mandi dan chatting lama di dalamnya), sebelum PR selesai, di kamar tidur. Batasi waktu penggunaan gadget dalam sehari, misalnya maksimal 2 jam sehari, maksimal jam 5 sore.

2. Beri pemahaman bahwa gadget yang dipegang anak adalah milik orangtua, bukan milik anak. Jadi orangtua berhak meminta gadget tersebut bila diperlukan atau bila anak menggunakannya tidak sesuai kesepakatan. Kadang ini yang jadi mispersepsi anak. Gadget dianggap setara dengan mainan-mainan lain yang dia punya, sehingga bisa dipakai kapan saja. Padahal, gadget yang ia pakai juga dipakai oleh orangtuanya, terutama handphone. Adik saya sendiri dulu sempat suka berlama-lama menggunakan smartphone ibu, tapi diingatkan, “Itu kan hp mama,” dan harus mengembalikannya bila diminta. Anak yang sudah lebih besar (4-6 tahun) juga bisa diberi tanggung jawab untuk melapor bilang baterai gadget sudah lemah dan perlu di-charge, bukan langsung main tinggal kalau gadgetnya habis baterai.

3. Pantau kegiatan anak di gadget. Cek aplikasi apa saja yang digunakan, video seperti apa yang ditonton anak (terutama di youtube dkk). Di grup ini fokusnya anak usia 0-6 tahun, namun untuk anak yang sudah SD atau lebih besar, orangtua juga perlu memantau anak di media sosial.

4. Jadilah orangtua melek terknologi yang bisa mengatur filter konten internet yang dapat diakses anak. Mode “restricted access” bisa digunakan untuk mengantisipasi agar anak tidak “nyasar” membuka laman-laman internet yang aneh-aneh. Update informasi juga tentang cerita kartun anak-anak, apakah ada yang mengandung konten tidak ramah anak. Tidak semua film kartun baik untuk anak-anak, Bun.

5. Untuk anak usia dini, penggunaan gadget harus didampingi dan diawasi orangtua. Jangan biarkan anak bersembunyi di kamar sambil membawa gadget. Repot? Begini loh Bun, iya sih anak nonton video Barney yang bagus untuk pendidikannya, tapi orangtua juga perlu menjelaskan dan mengajak anak berdiskusi tentang apa yang dia tonton. Dengan begitu anak bisa mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang pesan yang ingin disampaikan oleh Barney. Seperti itulah penggunaan gadget sebagai media belajar, seperti halnya media lain yang butuh pendampingan orangtua. Jadi nanti anak bukan cuma ingat lagunya saja.

6. Evaluasi penggunaan gadget orangtua. Jadilah role model untuk anak dalam penggunaan gadget, karena anak belajar banyak dengan meniru orangtua. Bila anak tidak diperbolehkan makan sambil memegang gadget, orangtua juga perlu menghindari memegang gadget sambil makan, kecuali bila ada telepon yang memang perlu diangkat.

Anak-anak hari ini hidup di era yang berbeda dengan kita dulu. Dalam sejumlah hal seperti teknologi, perbedaannya begitu signifikan sehingga orangtua yang berasal dari generasi anak-anak pra-digital menghadapi culture shock dan merasa gaptek. Saya pribadi menganggap gadget tetap bermanfaat sebagai media belajar dan hiburan, asal ada rambu-rambu yang ditaati dalam penggunaannya. Seiring dengan perkembangan zaman, mari terus belajar juga supaya orangtua punya pengetahuan yang memadai tentang tantangan-tantangan yang dihadapi anak-anak kita saat ini. Semangat kita.

Posting Komentar untuk "Ketika Balitapun Terpapar Gadget, Ini Solusinya "

Iklan Bawah Artikel